Situs Kuno Persepolis di Iran: Jejak Kemegahan Kekaisaran Persia yang Abadi

Persepolis di Iran adalah salah satu situs arkeologi paling menakjubkan di dunia, peninggalan Kekaisaran Achaemenid. Temukan sejarah, arsitektur, dan makna budaya dari kota kuno ini dalam ulasan lengkap berikut.

Di tengah padang pasir Fars, Iran, berdiri reruntuhan monumental dari salah satu kota kuno paling menakjubkan dalam sejarah dunia — Persepolis. Kota ini dulunya merupakan pusat administratif dan seremonial Kekaisaran Achaemenid, kerajaan besar yang memerintah sebagian besar Asia Barat pada abad ke-6 hingga ke-4 SM. Kini, Persepolis bukan hanya situs arkeologi, tetapi juga simbol identitas budaya Persia dan situs warisan dunia UNESCO sejak 1979.


Asal Usul dan Fungsi Kota Persepolis

Persepolis, atau dalam bahasa Persia Kuno disebut Parsa, dibangun pada masa pemerintahan Darius I (Darius Agung) sekitar tahun 518 SM. Kota ini dirancang bukan sebagai ibu kota administratif harian, melainkan sebagai pusat upacara keagamaan dan kenegaraan, khususnya untuk merayakan Nowruz, tahun baru Persia.

Darius I, kemudian dilanjutkan oleh anak dan cucunya, yaitu Xerxes I dan Artaxerxes I, memperluas kompleks kota ini dengan menambahkan istana, ruang audiensi, dan gerbang monumental yang memancarkan kekuasaan dan keagungan Kekaisaran Persia.


Arsitektur Persepolis: Harmoni Keagungan dan Simbolisme

Kompleks Persepolis dibangun di atas teras batu besar seluas 125.000 meter persegi, dengan akses melalui tangga megah yang membawa pengunjung ke pusat kerajaan. Elemen-elemen arsitektur utamanya mencakup:

  • Gerbang Segala Bangsa (Gate of All Nations): Dihiasi patung lembu bersayap dan inskripsi multibahasa sebagai simbol keterbukaan kerajaan terhadap berbagai etnis.

  • Apadana: Aula audiensi besar dengan 72 kolom setinggi 20 meter, tempat raja menerima utusan dan persembahan dari 23 satrap (provinsi) Kekaisaran.

  • Istana Darius dan Xerxes, serta ruang penyimpanan kekayaan kerajaan yang menggambarkan hierarki dan tatanan politik Achaemenid.

Relief ukiran di dinding-dinding Persepolis tidak hanya menampilkan adegan kehidupan istana dan upacara, tetapi juga mewakili etnis-etnis beragam dari wilayah kekaisaran, seperti Elam, Media, Babilonia, India, dan Etiopia. Ini menunjukkan konsep “persatuan dalam keragaman” yang menjadi filosofi politik kekaisaran.


Kejatuhan Persepolis: Akhir yang Tragis di Tangan Alexander

Kemegahan Persepolis berakhir secara mendadak pada tahun 330 SM ketika Alexander Agung dari Makedonia menaklukkan Persia. Kota ini dijarah dan dibakar, meninggalkan puing-puing dan abu sejarah. Para sejarawan berspekulasi bahwa pembakaran tersebut adalah balas dendam atas invasi Persia ke Yunani, khususnya penghancuran Athena.

Meskipun demikian, reruntuhan Persepolis tetap menjadi sumber informasi penting bagi arkeolog dan sejarawan untuk memahami struktur sosial, sistem pemerintahan, dan estetika budaya Persia kuno.


Persepolis dalam Kajian Modern dan Identitas Nasional

Penemuan dan pemugaran Persepolis dimulai pada abad ke-17, namun penelitian serius baru dilakukan pada awal abad ke-20 oleh arkeolog dari Universitas Chicago dan tim Iran. Berbagai artefak seperti tablet tanah liat, prasasti, dan alat upacara berhasil digali dan diteliti, membuka jendela luas ke peradaban Achaemenid.

Hari ini, Persepolis adalah:

  • Destinasi wisata arkeologi utama di Iran, menarik ribuan pengunjung dari seluruh dunia.

  • Pusat edukasi dan riset sejarah, dengan dukungan UNESCO dan lembaga kebudayaan internasional.

  • Simbol nasional Iran, yang menunjukkan kedalaman sejarah dan kebesaran peradaban yang pernah menguasai dunia.


Penutup: Persepolis, Warisan Abadi yang Menginspirasi Dunia

Persepolis adalah lebih dari sekadar reruntuhan batu. Ia adalah pernyataan kejayaan, toleransi, dan kecanggihan sebuah peradaban yang mendahului zamannya. Dengan sistem pemerintahan multinasional, arsitektur yang presisi, dan seni ukir yang menggambarkan keharmonisan sosial, Persepolis menunjukkan bahwa peradaban masa lampau bisa menginspirasi nilai-nilai modern seperti keberagaman, diplomasi, dan estetika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *